Menko PMK Tegaskan Pendidikan Islam Jadi Pilar Etika Global Era Digital

Rabu, 31 Desember 2025 | 10:41:00 WIB
Menko PMK Tegaskan Pendidikan Islam Jadi Pilar Etika Global Era Digital

JAKARTA - Di tengah dunia yang bergerak semakin cepat dan penuh ketidakpastian, pendidikan tidak lagi cukup hanya mentransfer pengetahuan. 

Ia dituntut membentuk cara pandang, etika, dan tanggung jawab moral generasi masa depan. Dalam konteks inilah pendidikan Islam kembali disorot sebagai salah satu pilar penting yang diharapkan mampu menjawab tantangan global abad ke-21, mulai dari disrupsi teknologi hingga krisis nilai kemanusiaan.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam menghadapi kompleksitas dunia modern. 

Pernyataan tersebut disampaikannya dalam kegiatan Review and Design on Islamic Education Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Tahun 2025 di Jakarta.

“Menghadapi semua potensi kerusakan ini, suara Islam harus hadir. Dan suara itu harus lahir dari pendidikan Islam,” ujar Pratikno.

Dunia VUCA dan Tantangan Moral Global

Pratikno menjelaskan bahwa dunia saat ini berada dalam situasi yang dikenal sebagai era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). 

Dalam era ini, perubahan berlangsung sangat cepat, ketidakpastian menjadi hal lumrah, dan kompleksitas persoalan semakin sulit dipetakan. Di sisi lain, perkembangan teknologi melaju jauh lebih cepat dibandingkan perkembangan nilai-nilai kemanusiaan.

Disinformasi merajalela, kecerdasan buatan berkembang pesat, dan batas antara realitas serta manipulasi semakin kabur. Kondisi ini, menurut Pratikno, menimbulkan pertanyaan mendasar tentang posisi agama, khususnya Islam, dalam percaturan global.

“Pertanyaannya, di mana posisi Islam? Di mana suara intelektual Muslim? Dan siapa yang akan menjadi kompas etika di tengah kekacauan ini?” ujar Pratikno.

Ia menilai bahwa tanpa fondasi etika yang kuat, kemajuan teknologi justru berpotensi melahirkan kerusakan baru bagi peradaban manusia.

Meneladani Kejayaan Peradaban Islam

Dalam pandangannya, pendidikan Islam memiliki modal historis yang sangat kuat untuk menjawab tantangan zaman. Pratikno mengajak dunia pendidikan Islam untuk kembali meneladani masa keemasan peradaban Islam pada abad ke-8 hingga ke-9 Masehi.

Pada masa itu, para khalifah seperti Al-Mansur, Al-Mahdi, dan Al-Ma’mun menjadikan ilmu pengetahuan, riset, dan seni sebagai investasi utama peradaban.

Ia menekankan bahwa ilmuwan Muslim kala itu tidak hanya menerjemahkan karya-karya besar dari Yunani, Persia, dan India, tetapi juga mengembangkan ilmu-ilmu baru yang kelak menjadi fondasi sains modern. Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah kontribusi Al-Khawarizmi melalui pengembangan algoritma dan aljabar.

“Keistimewaan masa itu adalah tidak adanya pemisahan antara ilmu dan nilai, antara sains dan spiritualitas, serta antara inovasi dan etika,” kata dia.

Nilai inilah yang menurut Pratikno perlu dihidupkan kembali dalam sistem pendidikan Islam masa kini.

Pendidikan Islam di Persimpangan Jalan

Pratikno menilai pendidikan Islam saat ini berada di persimpangan jalan yang menentukan. Di satu sisi, agama memiliki potensi besar untuk tampil sebagai solusi etis dan moral bagi masa depan dunia. Namun di sisi lain, agama berisiko ditinggalkan jika tidak mampu merespons realitas zaman secara relevan dan kontekstual.

Ia menegaskan bahwa pendidikan Islam tidak boleh terjebak dalam romantisme masa lalu, tetapi harus membuktikan diri sebagai kerangka yang dinamis. Pendidikan Islam, menurutnya, harus mampu melahirkan generasi yang adil, berkeadilan sosial, dan memiliki kesadaran ekologis yang kuat.

Dalam konteks global, pendidikan Islam juga dituntut untuk memberikan jawaban atas krisis kemanusiaan yang semakin kompleks, termasuk ketimpangan sosial, kerusakan lingkungan, dan degradasi moral.

Tantangan Teknologi dan Etika Kemanusiaan

Lebih lanjut, Pratikno menyoroti berbagai tantangan serius yang muncul akibat kemajuan teknologi. Ia menyebut fenomena deep fake yang mengaburkan kebenaran, bias algoritma kecerdasan buatan yang berpotensi melanggengkan ketidakadilan, hingga praktik surveillance capitalism yang mengancam kebebasan dan martabat manusia.

Menurutnya, tantangan-tantangan ini tidak bisa dijawab hanya dengan pendekatan teknis atau regulatif. Diperlukan fondasi etika yang kokoh agar teknologi benar-benar menjadi alat untuk memanusiakan manusia, bukan sebaliknya.

Dalam hal ini, pendidikan Islam diharapkan mampu melahirkan pemikir dan intelektual Muslim yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki keberanian moral untuk bersuara di ruang publik global.

Seruan Transformasi dari Menteri Agama

Sejalan dengan pandangan Menko PMK, Menteri Agama Nasaruddin Umar juga menegaskan pentingnya transformasi pendidikan Islam agar mampu menjawab krisis global. Ia menilai bahwa perubahan cepat, ketidakpastian, dan tantangan etika teknologi menuntut pendekatan baru dalam pendidikan keagamaan.

“Agama tidak boleh menjadi penjara kreativitas. Agama adalah kompas moral yang membimbing manusia agar kreatif, beradab, dan bertanggung jawab,” ujar Menag.

Menurut Nasaruddin, pendidikan Islam harus mendorong lahirnya manusia yang mampu berpikir kritis, berempati, dan memiliki tanggung jawab sosial serta ekologis.

Kurikulum Cinta dan Kesadaran Ekologis

Menag menekankan pentingnya pengembangan kurikulum berbasis cinta dan ekoteologi sebagai fondasi pendidikan Islam masa depan. Kurikulum tersebut, menurutnya, harus mendorong pergeseran paradigma yang lebih substantif.

Ia menjelaskan bahwa pendidikan Islam perlu bergerak dari formalitas ke substansi, dari cara pandang antroposentris menuju kesadaran ekologis, serta dari keberagamaan yang kaku menuju keberagamaan yang membebaskan.

Pendekatan ini diharapkan mampu membentuk generasi Muslim yang tidak hanya taat secara ritual, tetapi juga memiliki kepedulian terhadap sesama manusia dan lingkungan hidup.

Pendidikan Islam sebagai Investasi Peradaban

Baik Pratikno maupun Nasaruddin Umar sepakat bahwa pendidikan Islam harus diposisikan sebagai investasi peradaban jangka panjang. Dalam dunia yang terus berubah, pendidikan Islam dituntut untuk menjadi sumber nilai, inspirasi, dan solusi etis bagi tantangan global.

Dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan, teknologi, spiritualitas, dan etika, pendidikan Islam diharapkan mampu melahirkan generasi yang siap menghadapi masa depan tanpa kehilangan jati diri kemanusiaannya. 

Di sinilah peran strategis pendidikan Islam sebagai kompas moral global kembali menemukan relevansinya di abad ke-21.

Terkini